Para pembaca yang dirahmati Allah, tentunya tidak asing mendegar istilah Khamar. Khamar adalah segala sesuatu yang memabukkan, baik dari sumber padat, cair, gas. Dalam sejarah Islam, istilah khamar diubah menjadi nabidz agar orang bisa menikmatinya.
Sama seperti sekarang, ini bukan khamar melainkan
toak (minuman khas dari Tuban yang bisa memabukkan) atau ini bukan khamar tapi
bodrex yang dioplos dengan CTM (obat tidur) dan sprite. Inilah indonesia negeri
mayoritas muslim yang sering menciptakan istilah-istilah baru dalam syariat
Islam. Begitu juga dalam perbankan syariah. Untuk itu, berhati-hatilah jangan
terbak pada istilah namun lihatlah hakikatnya. Sekali lagi hakikatnya.
Dari referensi kitab-kitab di perpus syariah yang
saya baca, ternyata pengelabuhan istilah sudah terjadi sejak jaman Nabi Adam
alahissallam. Ketika berada di surga, Adam tertipu iblis yang mengatakan jika
buah terlarang sebagai buah kuldi yang bisa mengekalkannya di surga. Lihat (QS
Thaha 120).
Bahkan Nabi SAW juga mengingatkan umatnya tentang
pengelabuhan istilah ini, Abu Malik Asy’ari berkata bahwa beliau pernah
mendengar nabi SAW bersabda: “Sungguh akan ada orang-orang dari umatku yang
meminum khamar, mereka menamakannnya dengan selain namanya,” (HR Abu Dawud, An
nasa’i, Ibunu Majah, dan Ahmad).
Menurut At Turbasyti, mereka mengubah nama khamar
menjadi nabidz (minuman yang bukan khamar yang hukumnya mubah). Termasuk dalam
kategori nabidz ini seperti minuman air madu dan air dzurah yang tidak haram.
Sedangkan khamar biasanya dari campuran anggur dan kurma. Intinya mereka ingin
mengelabuhi istilah, tapi hakikatnya sama. Lihat ‘aunul mab’dud, 10:110).
Mengelabuhi dengan cara mengubah istilah adalah
salah satu watak Yahudi. Sehingga hukum sesuatu haram dibubah istilahnya
menjadi halal. seperti sabda nabi SAW dari jabir bin Abdillah, beliau mendengar
rasullah SAW bersabda pada penahklukkan kota Mekkah “Sesungguhnya Allah dan
RasulNya mengharamkan jual beli khamar, bagkai, babi, dan patung.” Lalu ada
yang bertanya,” Wahai Rasullullah, apa pendapatmu mengenai jual beli lemak
bangkai, mengingat lemak bangkai itu dipakai untuk menambal perahu, meminyaki
kulit, dan dijadikan minyak untuk penerangan? Nabi SAW bersabda,”Tidak Boleh,!”
jual beli lemak bangkai itu haram. Kemudian Rasulullah SAW bersabda,” semoga
Allah melaknat Yahudi. Sesungguhnya tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai,
mereka mencairkannya lalu menjual minyak dari lemak bangkai tersebut, kemudian
mereka memakan hasil penjualannya. (HR Bhukari 2236 dan Muslim No 4132).
Dari hadist ini, sekali lagi penulis ingin mengajak
kepada pembaca untuk melihat hakikatnya suatu istilah. Misalnya sesuai yang
berbau bid’ah atau syirik diubah namanya begitu indah. Seperti wisata religi, padahal
isinya diwarnai dengan praktik syirik dan bi’ah.
Beberapa dekakde in i kaum muslimin di reepublik
ini gandrung dengan istilah syariah dan islami. Salah satunya adalah bank dan
lembaga keuangan, yang menurut anggapan masyarakat telah menjadi sarang riba.
Denmgan label syariah, kaum muslimin di republik
ini tidak ada kesan riba dalam perbankan dan lembaga keuangan syariah. Namun
penulis ingatkan jika standar kita bukanlah istilah atau label tapi hakikat
praktiknya.
Bank Syariah juga menamai produknya dengan
istilah-istilah dalam fikih muamalah. Seperti mudharabah. Meskipun dalam
praktiknya bank syariah hanya bersedia berbagai untung dan tidak mau berbagi
rugi. Padahal aturan seperti ini hakikatnya bukan mudharabah, tapi mengutangi.
Menurut fikih muamalah, praktik mudharabah yang
benar adalah keuntungan dibagi bersama dan kerugian dibagi bersama. Yakni
antara pemilik modal dengan pemilik usaha. Jadi hakikat status bagi hasil yang
sekarang dialkukan sistem mudharabah di bank syariah adalah riba, karena
keuntungan transaksi utang-piutang adalah riba. Para ulama telah membuat kaidah
yang ma’ruf bahwa setiap piutang yang mendatangkan keuntungan maka itu adalah
riba.
Jadi akhir artikel ini mengingatkan kaum muslimin
agar mencermati tidak semua istilah syar’i adalah sesuai dengan syariat Allah.
Perlu kaum muslimin memahami hakikatnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar